Minggu, 09 Maret 2014

Faktor Fisika Kimia Air

FISIKA
Kekeruhan
Kecerahan biasanya menunjukkan tingkat kejernihan aliran air atau kekeruhan aliran air yang diakibatkan oleh unsur-unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral atau organic. Kekeruhan air dapat dianggap sebagai indicator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang jatuh diatas badan air. Semakin tinggi tingkat kekeruhan air tidak akan mudah ditembus oleh cahaya matahari, tetapi semakin rendah tingkat kekeruhan maka cahaya matahari akan dengan mudah menembus perairan.

Warna
Warna di perairan menunjukkan seberapa besar pencemaran yang telah terjadi pada suatu wilayah perairan. Hal ini disebabkan oleh kandungan TSS ( Total Suspended Solids ).

Bau dan Rasa
Bau dan rasa dipengaruhi oleh gas-gas yang terurai di perairan. Bau dan rasa juga dipengaruhi oleh kandungan zat-zat terlarut yang ada di perairan.

Kedalaman
Adalah ukuran dari dasar sungai ke permukaan sungai. Kedalam di setiap titik sungai berbeda, tergantung dari tipografi lahan.

Suhu
Adalah suhu perairan yang diukur pada saat pengambilan sample, atau pada tempat penelitian secara langsung.

Kecepatan Arus
Kecepatan aliran air pada suatu badan sungai. Kecepatan arus dapat diukur dengan menggunakan alat current meter.

KIMIA
pH (Derajat Keasaman)

Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).

Sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, yang didefinisikan sebagai logaritma dari pulang baliknya konsentrasi ion hidrogen dalam mol per liter. Air murni pada 24oC ditimbang berkenaan dengan ion-ion H+ dan ion-ion OH- masing-masing mempunyai kandungan 10-7 mol per liter. Dengan demikian pH air murni adalah 7. Air dengan pH di atas 7 bersifat asam. Nilai pH air dapat diukur dengan Potensiometer, yang mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+, atau dengan bahan celup penu juk warna, misalnya methyl orange atau phenolphtalein(Suripin,2004).

Derajat  keasaman  menunjukan  aktifitas  ion  hidrogen  dalam  larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu atau pH = - log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga, aktifitas pernapasan tinggi dan selera makan berkurang (Ghufron dan Kordi, 2005).

pH air laut umunya berkisar antara 7.6 – 8.3 (Brotowidjoyo, 1995) dan berpengaruh terhadap ikan (Bal and Rao, 1984). pH air laut relatif konstan karena adanya penyangga dari hasil keseimbangan karbon dioksida, asam karbonat, karbonat dan bikarbonat yang disebut buffer (Black, 1986 dalam Shephered and Bromage, 1998). Nilai pH, biasanya dipengaruhi oleh laju fotosintesa, buangan industri serta limbah rumah tangga (Sastrawijaya, 2000).

Dalam suatu perairan nilai pH berada pada kondisi alami, namun konsentrasi pH yang baik untuk ikan kakap putih berkisar antara 7.5- 8.5 (Deptan,1992), untuk ikan salmonidae kisaran pH antara 6.4 - 8.4 (Shephered and Bromage,1988), untuk kerang mutiara kisaran pH antara 7.9 - 8.2 (Winanto, 2004) dan untuk budidaya ikan kerapu kisaran pH antara 7.8 - 8,3 (SNI, 2000).

Kisaran pH dalam perairan alami,  sangat  dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida yang merupakan substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi perairan lainya menyerap karbon dioksida dari perairan selama proses fotosintesa berlangsung sehingga pH cenderung meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari. Tetapi menurunya pH oleh karbondioksida tidak lebih dari 4.5 (Boyd,1982). Proses nitrifikasi oleh bakteri dapat mengurangi nilai pH perairan karena adanya konsumsi karbonat dan pelepasan ion hidrogen selama proses berlangsung (Soderberg, 1995).

Proses penguraian bahan organik menjadi garam mineral, seperti, amonia, nitrat dan fosfat berguna bagi fitoplankton dan tumbuhan air. Proses akan lebih cepat jika kisaran pH basa dan mantap (Afriyanto dan Liviawaty, 1991).

Menurut Baur dalam Barus (2004) organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Effendi (2003) menyatakan bahwa pH dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu pH= 7 (netral), 7

Berdasarkan standar baku mutu air PP No.82 Tahun 2001 (kelas II ), pH yang baik untuk kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara 6-9 . Kondisi perairan yang bersifat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organism karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolism dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion alumunium yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kehidupan organism air. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dengan amoniak dalam air akan terganggu.

Menurut Connel (1995) bahwa kotoran organism air yang mengandung ammonia yang dapat meningkatkan derajat keasaman (pH) yakni menjadi basa. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organism. 

Pescod (1973) menyatakan bahwa toleransi jasad perairan terhadap pH air bervariasi tergantung beberapa faktor antara lain suhu, kandungan oksigen terlarut, alkalinitas dan adanya kandungan berbagai anion dan kation. Dan menurut Kackereth et al (1989) dalam Effendi (2003) bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan akalinitas.

Salinitas

Toleransi dari organism air terhadap kadar salinitas dapat dibedakan antara stenohalin yaitu organism yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit terhadap fluktuasi salinitas dan euryhalin yang merupakan organism yang mempunyai toleransi yang luas (Barus, 2004).

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline (Supriharyono, 2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. 

Menurut Barnes (1980) pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) menyatakan bahwa hewan benthos umumnya dapat mentoleransi salinitas berkisar antara 25 – 40 ‰. Pada kelas Polychaeta termasuk golongan biota yang mampu hidup pada kisaran salinitas yang luas. Spio dan Nereis mampu hidup pada kisaran salinitas antara 6 – 24 ppt (Burkovskiy dan Stolyarov, 1996 dalam Junardi, 2001). 

Capitella capitata terdapat melimpah dengan nilai kelimpahan 1296 ind./m² pada kondisi salinitas air 38 ppt (Alcantara dan Weiss, 1991). 

Menurut Budiman dan Dwiono (1986) bahwa gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama. Selain itu reproduksi dari jenis-jenis gastropoda seperti Littorina scabra sangat dipengaruhi oleh salinitas.

Salinitas adalah konsentrasi ion yang terdapat diperairan. Salinitas menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003).

Salinitas   perairan   menggambarkan   kandungan   garam   dalam   suatu perairan. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu : natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl),  sulfat  (SO4)  dan bikarbonat  (HCO3).  Salinitas dinyatakan dalam  satuan gram/kg atau promil (0/00) (Effendi, 2003). Salinitas air laut bebas mempunyai kisaran 30-36 ppt, Sedangkan daerah pantai mempunyai variasi salinitas yang lebih besar. Semua organisme dalam perairan dapat hidup pada perairan yang mempunyai perubahan salinitas kecil (Hutabarat dan Evans, 1995).

Toleransi terhadap salinitas tergantung pada umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap  reproduksi,  distribusi,  lama  hidup  serta  orientasi  migrasi.  Variasi salinitas  pada  perairan  yang  jauh  dari  pantai akan  relatif  kecil  dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai, terutama jika pemasukan air air sungai. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan tetapi pada perubahan sifat kimia air laut. Ikan air  laut  mengatasi kekurangan air  dengan  mengkonsumsi air  laut sehingga kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Dalam mencegah terjadinya dehidrasi akibat proses ini kelebihan garam harus dibatasi dengan jalan mengekskresi klorida lebih banyak lewat insang dan ekskresi lewat urine yang isotonik  (Hoar,  1979). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger