FISIKA
Kekeruhan
Kecerahan biasanya menunjukkan tingkat
kejernihan aliran air atau kekeruhan aliran air yang diakibatkan oleh
unsur-unsur muatan sedimen, baik yang bersifat mineral atau organic. Kekeruhan
air dapat dianggap sebagai indicator kemampuan air dalam meloloskan cahaya yang
jatuh diatas badan air. Semakin tinggi tingkat kekeruhan air tidak akan mudah
ditembus oleh cahaya matahari, tetapi semakin rendah tingkat kekeruhan maka
cahaya matahari akan dengan mudah menembus perairan.
Warna
Warna di perairan menunjukkan seberapa besar
pencemaran yang telah terjadi pada suatu wilayah perairan. Hal ini disebabkan
oleh kandungan TSS ( Total Suspended Solids ).
Bau dan Rasa
Bau dan rasa dipengaruhi oleh gas-gas yang
terurai di perairan. Bau dan rasa juga dipengaruhi oleh kandungan zat-zat
terlarut yang ada di perairan.
Kedalaman
Adalah ukuran dari dasar sungai ke
permukaan sungai. Kedalam di setiap titik sungai berbeda, tergantung dari
tipografi lahan.
Suhu
Adalah suhu perairan yang diukur pada saat
pengambilan sample, atau pada tempat penelitian secara langsung.
Kecepatan Arus
Kecepatan aliran air pada suatu badan
sungai. Kecepatan arus dapat diukur dengan menggunakan alat current meter.
KIMIA
pH (Derajat Keasaman)
Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan
keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi
ion hidrogen dalam larutan. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan
pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi, 2003).
Sebagai pengukur sifat keasaman dan
kebasaan air dinyatakan dengan nilai pH, yang didefinisikan sebagai logaritma
dari pulang baliknya konsentrasi ion hidrogen dalam mol per liter. Air murni
pada 24oC ditimbang berkenaan dengan ion-ion H+ dan ion-ion OH- masing-masing
mempunyai kandungan 10-7 mol per liter. Dengan demikian pH air murni adalah 7.
Air dengan pH di atas 7 bersifat asam. Nilai pH air dapat diukur dengan
Potensiometer, yang mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion-ion H+,
atau dengan bahan celup penu juk warna, misalnya methyl orange atau
phenolphtalein(Suripin,2004).
Derajat keasaman menunjukan aktifitas ion hidrogen dalam larutan
tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu tertentu
atau pH = - log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena
mempengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang asam cenderung menyebabkan kematian
pada ikan. Hal ini disebabkan konsentrasi oksigen akan rendah sehingga, aktifitas
pernapasan tinggi dan selera makan berkurang (Ghufron dan Kordi, 2005).
pH air laut
umunya berkisar antara 7.6 – 8.3 (Brotowidjoyo, 1995) dan berpengaruh terhadap ikan
(Bal and Rao, 1984). pH air laut relatif konstan karena adanya penyangga dari hasil
keseimbangan karbon dioksida, asam karbonat, karbonat dan bikarbonat yang disebut
buffer (Black, 1986 dalam Shephered and Bromage, 1998). Nilai pH, biasanya dipengaruhi
oleh laju fotosintesa, buangan industri serta limbah rumah tangga (Sastrawijaya,
2000).
Dalam suatu perairan nilai pH berada pada kondisi
alami, namun konsentrasi pH yang baik untuk ikan kakap putih berkisar antara 7.5-
8.5 (Deptan,1992), untuk ikan salmonidae kisaran pH antara 6.4 - 8.4 (Shephered
and Bromage,1988), untuk kerang mutiara kisaran pH antara 7.9 - 8.2 (Winanto, 2004)
dan untuk budidaya ikan kerapu kisaran pH antara 7.8 - 8,3 (SNI, 2000).
Kisaran pH dalam perairan alami, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida yang
merupakan substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi perairan lainya menyerap karbon
dioksida dari perairan selama proses fotosintesa berlangsung sehingga pH cenderung
meningkat pada siang hari dan menurun pada malam hari. Tetapi menurunya pH oleh
karbondioksida tidak lebih dari 4.5 (Boyd,1982). Proses nitrifikasi oleh bakteri
dapat mengurangi nilai pH perairan karena adanya konsumsi karbonat dan pelepasan
ion hidrogen selama proses berlangsung (Soderberg, 1995).
Proses penguraian bahan organik menjadi garam
mineral, seperti, amonia, nitrat dan fosfat berguna bagi fitoplankton dan tumbuhan
air. Proses akan lebih cepat jika kisaran pH basa dan mantap (Afriyanto dan Liviawaty,
1991).
Menurut Baur dalam Barus (2004) organisme
air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai pH netral dengan kisaran
toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Effendi (2003) menyatakan bahwa
pH dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan yaitu pH= 7 (netral),
7
Berdasarkan
standar baku mutu air PP No.82 Tahun 2001 (kelas II ), pH yang baik untuk
kegiatan budidaya ikan air tawar berkisar antara 6-9 . Kondisi perairan yang
bersifat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organism
karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolism dan respirasi. Disamping
itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam
berat terutama ion alumunium yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya
akan mengancam kehidupan organism air. Sedangkan pH yang tinggi akan
menyebabkan keseimbangan antara ammonium dengan amoniak dalam air akan
terganggu.
Menurut Connel (1995) bahwa kotoran
organism air yang mengandung ammonia yang dapat meningkatkan derajat keasaman
(pH) yakni menjadi basa. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan
konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organism.
Pescod
(1973) menyatakan bahwa toleransi jasad perairan terhadap pH air bervariasi
tergantung beberapa faktor antara lain suhu, kandungan oksigen terlarut,
alkalinitas dan adanya kandungan berbagai anion dan kation. Dan menurut
Kackereth et al (1989) dalam Effendi (2003) bahwa pH juga berkaitan erat dengan
karbondioksida dan akalinitas.
Salinitas
Toleransi dari organism air terhadap kadar
salinitas dapat dibedakan antara stenohalin yaitu organism yang mempunyai
kisaran toleransi yang sempit terhadap fluktuasi salinitas dan euryhalin yang
merupakan organism yang mempunyai toleransi yang luas (Barus, 2004).
Salinitas merupakan ciri khas perairan
pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan
salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang
mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline
dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota
euryhaline (Supriharyono, 2000). Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran
organisme, baik secara vertikal maupun horizontal.
Menurut Barnes (1980)
pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan
komposisi dalam suatu ekosistem. Menurut Gross (1972) menyatakan bahwa hewan
benthos umumnya dapat mentoleransi salinitas berkisar antara 25 – 40 ‰. Pada
kelas Polychaeta termasuk golongan biota yang mampu hidup pada kisaran
salinitas yang luas. Spio dan Nereis mampu hidup pada kisaran salinitas antara
6 – 24 ppt (Burkovskiy dan Stolyarov, 1996 dalam Junardi, 2001).
Capitella
capitata terdapat melimpah dengan nilai kelimpahan 1296 ind./m² pada kondisi
salinitas air 38 ppt (Alcantara dan Weiss, 1991).
Menurut Budiman dan Dwiono
(1986) bahwa gastropoda yang bersifat mobile mempunyai kemampuan untuk bergerak
guna menghindari salinitas yang terlalu rendah, namun bivalvia yang bersifat
sessile akan mengalami kematian jika pengaruh air tawar berlangsung lama.
Selain itu reproduksi dari jenis-jenis gastropoda seperti Littorina scabra
sangat dipengaruhi oleh salinitas.
Salinitas adalah konsentrasi ion yang
terdapat diperairan. Salinitas menggambarkan padatan total di air setelah semua
karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan
klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi, 2003).
Salinitas
perairan menggambarkan kandungan
garam dalam suatu perairan. Garam yang dimaksud adalah
berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Pada umumnya
salinitas disebabkan oleh 7 ion utama yaitu : natrium (Na), kalium (K), kalsium
(Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl),
sulfat (SO4) dan bikarbonat (HCO3). Salinitas dinyatakan dalam satuan
gram/kg atau promil (0/00) (Effendi, 2003). Salinitas air laut bebas mempunyai
kisaran 30-36 ppt, Sedangkan daerah pantai mempunyai variasi salinitas yang
lebih besar. Semua organisme dalam perairan dapat hidup pada perairan yang
mempunyai perubahan salinitas kecil (Hutabarat dan Evans, 1995).
Toleransi terhadap salinitas tergantung
pada umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi,
distribusi, lama hidup
serta orientasi migrasi.
Variasi salinitas pada perairan
yang jauh dari
pantai akan relatif kecil
dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat pantai, terutama jika
pemasukan air air sungai. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh
terhadap perilaku ikan atau distribusi ikan tetapi pada perubahan sifat kimia
air laut. Ikan air laut mengatasi kekurangan air dengan
mengkonsumsi air laut sehingga
kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Dalam mencegah terjadinya dehidrasi
akibat proses ini kelebihan garam harus dibatasi dengan jalan mengekskresi klorida
lebih banyak lewat insang dan ekskresi lewat urine yang isotonik (Hoar,
1979).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar