PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Air
merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan
manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam pembangunan.
Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
kondisi/komponen lainnya. Pemanfaatan air untuk menunjang seluruh kehidupan
manusia jika tidak dibarengi dengan tindakan bijaksana dalam pengelolaannya
akan mengakibatkan kerusakan pada sumberdaya air (Hendrawan, 2005).
Ekosistem air terdiri dari perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan,
perairan lepas pantai (off-shore water)
dan perairan laut (sea water). Dari
ketiga bagian ekosistem tersebut, perairan laut merupakan bagian yang terbesar.
Perairan yang terdapat di daratan umumnya merupakan sistem perairan tawar.
Ekosistem air tawar merupakan sumber daya air yang paling praktis dan murah
untuk keentingan domestik maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar
menawarkan sistem pembuangan berbaga jenis limbah yang memadai dan paling murah
disalah gunakan manusia dengan membuang segala limbah ke sistem perairan alami
tersebut, tanpa melewati proses pengolahan terlebih dahulu (Barus, 2004).
Sungai
adalah perairan yang airnya mengalir secara terus-menerus pada arah tertentu,
berasal dari air tanah, air hujan dan air tanah, air hujan dan air permukaan dan
akhirnya bermuara kelaut, kesungai atau perairan terbuka yang lebih luas (Kasryea.,
2002).
Lingkungan
perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang
paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke
lingkungan perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat
berbagai pengguna lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan
persawahan, pemukiman, perikanan, industri dan sebagainya (Walsh, Bergman, Narahara, Wood, Wright,
Randall, Maina dan Laurent, 1993).
Sedimen
dalam suatu badan air baik sungai maupun waduk dan danau merupakan salah satu
hasil dari suatu proses-proses yang terjadi pada lingkungan. Proses ini bisa
berlangsung secara alami maupun pengaruh dari aktivitas manusia. Pada sedimen
terendapkan berbagai macam
bahan pencemar yang semakin lama
akan terakumulasi, yang mana pada kondisi tertentu bahan pencemar yang
sudah terendapkan ini akan dilepaskan kembali ke kolom perairan jika terjadi
perubahan terhadap lingkungan. Salah satu upaya mengetahui kualitas sedimen
terutama berkaitan dengan bahan pencemar yang terakumulasi adalah dengan
menentukan status kontaminasinya (Suryono, dkk, 2010).
Informasi
mengenai produktivitas primer
perairan penting diketahui sehubungan dengan peranannya sebagai penyedia makanan
(produser) dalam ekosistem
perairan, serta perannya sebagai pemasok kandungan oksigen terlarut di perairan
(Clark, 1996). Tingkat produktivitas primer suatu perairan memberikan gambaran
apakah suatu perairan cukup produktif dalam menghasilkan biomassa tumbuhan,
terutama fitoplankton, termasuk pasokan oksigen yang dihasilkan dari proses
fotosintesis yang terjadi,
sehingga mendukung
perkembangan ekosistem
perairan. Produktivitas perairan yang
terlalu tinggi dapat mengindikasikan telah terjadi eutrofikasi, sedangkan yang
terlalu rendah dapat memberikan indikasi bahwa perairan tidak produktif atau
miskin. Dalam penelitian ini,
produktivitas primer yang dimaksud terutama adalah produktivitas oleh
fitoplankton, dan terkait dengan oksigen yang dihasilkannya (Hariadi, dkk,
2010).
Tujuan
Praktikum
Tujuan praktikum ini adalah :
1.
Mengetahui hubungan faktor abiotik dan
biotik pada ekosistem sungai.
2.
Mengetahui proses rantai makanan pada
ekosistem sungai.
Manfaat
Praktikum
Manfaat dari praktikum ini, yaitu Agar Mahasiswa dapat
memahami tentang sungai, hubungan faktor abiotik dan biotik pada ekosistem
sungai beserta proses rantai makanan yang terdapat dalam ekosistem sungai.
TINJAUAN
PUSTAKA
Ekosistem
Sungai
Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dibagi atas 2
yaitu perairan lentik (lentic water)
atau juga disebut sebagai perairan tenang, misalnya danau, rawa, waduk, situ,
telaga, dan sebaginya dan perairan lotik (lotic
water) disebut juga sebagai perairan berarus deras, misalnya sungai, kali,
kanal, parit, dan sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang
lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama,
sementara perairan lotik umumnya
mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang
berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).
Sungai
merupakan salah satu ekosistem air tawar yang terdapat di daratan dengan badan
air mengalir karena adanya arus air, di mana arus adalah aliran air yang
terjadi karena adanya perubahan vertikal persatuan panjang. Sungai juga di
tandai dengan adanya anak sungai yang menampung dan menyimpan serta mengalirkan
air hujan yang jatuh, kemudian dialirkan ke laut melalui sungai utama (Odum,
1994).
Dapat disimpulkan bahwa sungai adalah bagian dari
daratan yang menjadi tempat aliran air yang berasal dari mata air atau curah
hujan. Ada bermacam-macam jenis sungai. Berdasarkan sumber airnya sungai
dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Sungai Hujan, adalah sungai yang airnya
berasal dari air hujan atau sumber mata air. Contohnya adalah sungai-sungai
yang ada di pulau Jawa dan Nusa Tenggara.
b. Sungai Gletser, adalah sungai yang airnya
berasal dari pencairan es. Contoh sungai yang airnya benar-benar murni berasal
dari pencairan es saja (ansich) boleh dikatakan tidak ada, namun pada bagian
hulu sungai Gangga di India (yang berhulu di Peg. Himalaya) dan hulu sungai
Phein di Jerman (yang berhulu di Pegunungan Alpen) dapat dikatakan sebagai
contoh jenis sungai ini.
c. Sungai Campuran, adalah sungai yang airnya
berasal dari pencairan es (gletser), dari hujan, dan dari sumber mata air.
Contoh sungai jenis ini adalah sungai Digul dan sungai Mamberamo di Papua
(Irian Jaya) (UNIMED, 2013).
Menurut Syarifuddin,
dkk (2000) berdasarkan debitnya sungai dibedakan menjadi 4 macam yaitu:
a. Sungai Permanen, adalah sungai yang debit
airnya sepanjang tahun relatif tetap. Contoh sungai jenis ini adalah sungai
Kapuas, Kahayan, Barito dan Mahakam di Kalimantan. Sungai Musi, Batanghari dan
Indragiri di Sumatera.
b. Sungai Periodik, adalah sungai yang pada
waktu musim hujan airnya banyak, sedangkan pada musim kemarau airnya kecil.
Contoh sungai jenis ini banyak terdapat di pulau Jawa misalnya sungai Bengawan
Solo, dan sungai Opak di Jawa Tengah. Sungai Progo dan sungai Code di Daerah
Istimewa Yogyakarta serta sungai Brantas di Jawa Timur.
c. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada
musim kemarau airnya kering dan pada musim hujan airnya banyak. Contoh sungai
jenis ini adalah sungai Kalada di pulau Sumba.
d. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang ada
airnya hanya pada saat musim hujan. Pada hakekatnya sungai jenis ini hampir
sama dengan jenis episodik, hanya saja pada musim hujan sungai jenis ini airnya
belum tentu banyak.
Bagian-bagian
dari sungai bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu bagian hulu, bagian tengah
dan bagian hilir.
a. Bagian Hulu
Bagian hulu
memiliki ciri-ciri: arusnya deras, daya erosinya besar, arah erosinya (terutama
bagian dasar sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung
(convecs), kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak
terjadi pengendapan.
b. Bagian Tengah
Bagian
tengah mempunyai ciri-ciri: arusnya tidak begitu deras, daya erosinya mulai
berkurang, arah erosi ke bagian dasar dan samping (vertikal dan horizontal),
palung sungai berbentuk U (konkaf), mulai terjadi pengendapan (sedimentasi)
dan sering terjadi meander yaitu kelokan sungai yang mencapai 180° atau lebih.
c. Bagian Hilir
Bagian
hilir memiliki ciri-ciri: arusnya tenang, daya erosi kecil dengan arah ke
samping (horizontal), banyak terjadi pengendapan, di bagian muara kadangkadang terjadi
delta serta palungnya lebar.
Air
permukaan yang ada seperti sungai dan situ banyak dimanfaatkan untuk keperluan
manusia seperti tempat penampungan air, alat transportasi, mengairi sawah dan
keperluan peternakan, keperluan industri, perumahan, sebagai daerah tangkapan
air, pengendali banjir, ketersediaan air, irigasi, tempat memelihara ikan dan
juga sebagai tempat rekreasi. Sebagai tempat penampungan air maka sungai dan
situ mempunyai kapasitas tertentu dan ini dapat berubah karena aktivitas alami maupun
antropogenik. Sebagai contoh pencemaran sungai dan situ dapat berasal dari (1)
tingginya kandungan sedimen yang berasal dari erosi, kegiatan pertanian,
penambangan, konstruksi, pembukaan lahan dan aktivitas lainnya; (2) limbah
organik dari manusia, hewan dan tanaman (3) kecepatan pertambahan senyawa kimia
yang berasal dari aktivitas industri yang membuang limbahnya ke perairan.
Ketiga hal tersebut merupakan dampak dari meningkatnya populasi manusia,
kemiskinan dan industrialisasi. Penurunan kualitas air akan menurunkan
dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari
sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam.
Untuk menjaga kualitas air agar tetap pada kondisi alamiahnya, perlu dilakukan
pengelolaan dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana (Hendrawan, 2005).
Faktor Biotik Perairan
Menurut Odum (1994)
faktor biotik yang meliputi:
1.
Produsen, yaitu tumbuhan air yang berakar maupun tumbuhan terapung, besar yang
umumnya tumbuh pada air yang dangkal dan fitoplankton (tumbuhan terapung kecil)
yang terbesar di seluruh perairan sedalam lapisan yang tembus oleh intensitas
cahaya matahari.
2.
Organisme-organisme konsumen, seperti zooplankton (konsumen pertama), serangga
pemangsa dan ikan-ikan buruan (konsumen ke dua atau ke tiga), di samping tipe konsumen tersebut juga ada
tipe konsumen lain seperti detritivora yang hidup dari cairan hasil pembusukan
bahan organik dari lapisan-lapisan ototrofik di atas lainnya.
3.
Organisme-organisme saprofage (decomposer), seperti bakteri air, flagellata,
cendawan dan hewan-hewan invertebrata air yang tersebar di seluruh perairan.
Nekton
yang merupakan organisma air yang mampu bergerak bebas terutama diwakili oleh
berbagai jenis ikan yang hidup pada perairan lotik dan lentik. Ikan adalah
organisma air yang bernafas dengan insang dan dapat bergerak atau berenang
dengan menggunakan sirip (fin). Untuk mengatur keseimbangan, tubuh ikan
memiliki alat yang disebut sebagai gurat sisi atau garis lateral (lateral
line). Selain ituikan memiliki gelembung udara yang berfungsi sebagai alat
mengapung, melayang atau membenamkan diri pada dasar perairan. Ikan tersebar di
berbagai jenis perairan di seluruh permukaan bumi dari dasar samudera yang
sangat dingin dan gelap dengan tekanan hidrostatis yang sangat tinggi sampai ke
daerah-daerah perairan yang memiliki intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Ikan mempunyai pola adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan, sehingga
iakn mempunyai penyebaran yang luas. Hal ini terutama didukung oleh kemampuan
mobilitas dari ikan yang tinggi ( Barus, 2004 ).
Plankton
adalah organisme yang terapung atau melayang-layang di dalam air yang pergerakannya
relatif pasif. Berdasarkan ukurannya plankton dibagi atas : 1) ultra
nanoplankton yang ukurannya < 2 µm;
2) nanoplankon yang ukurannya berkisar antara 2-20 µm; 3) mikroplankton
berukuran 20-200 µm; 4) mesoplankton berukuran 200-2000 µm; 5) megaplankton
yang ukurannya di atas 2000 µm. Penyebaran plankton di dalam air tidak sama
pada kedalaman yang berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam air
disebabkan adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya matahari,
dan faktor-faktor abiotik lainnya di kedalaman air yang berbeda ( Nugroho, 2002
).
Benthos atau zoobenthos merupakan organisme yang
sebagian atau seluruh hidupnya berada di dasar perairan, baik yang sesil,
merarap, maupun menggali lubang. Organisme ini memegang peranan penting dalam
perairan karena dapat mempercepat proses dekomposisi dan mineralisasi material
organik yang memasuki perairan serta menduduki beberapa tingkatan trofik dalam
rantai makanan (Odum, 1994).
Berdasarkan ukurannya, benthos dapat digolongkan
kedalam kelompok mikroskopik atau mokrozoobenthos dan makrozoobenthos. Diantara
benthos yang relatif mudah diidentfikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan
perairan adalh jenis-jenis yang termasuk dalm kelompo inveterbrata makro.
Kelompok ini lebh dikenal dengan makrozoobenthos. Ukuran makrozoobenthos
mencapai sekuruang-kurangnya 3 hingga 5 mm pada saat pertumbuhan maksimum (
Suin, 2002 ).
Mangrove
adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang
membentuk komunitas tersebut didaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang
sering disebut hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai yang
mempunyai karakter unik dan khas dan memiliki potensi kekayaan hayati.
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan
abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove ( Wijayanti,
2013). Kata mangrove mempunyai
dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan
atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas dan kedua sebagai individu
spesies (Supriharyono, 2000).
Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang
tumbuh dan berkembang pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Oleh karena kawasan hutan mangrove
secara rutin digenangi oleh pasang air laut, maka lingkungan (tanah dan air)
hutan mangrove bersifat salin dan tanahnya jenuh air. Vegetasi yang hidup di lingkungan
salin, baik lingkungan tersebut kering maupun basah, disebut halopita (Onrizal,
2005).
Hutan mangrove merupakan bentuk
ekosistem yang unik, karena pada kawasan ini terpadu empat unsur biologis
penting yang fundamental, yaitu daratan, air, vegetasi dan satwa. Hutan
mangrove ini memiliki ciri ekologis yang khas yaitu dapat hidup dalam air
dengan salinitas tinggi dan biasanya terdapat sepanjang daerah pasang surut
(Dephut, 1992).
Ciri-ciri
terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik
menururt Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove Indonesia (2008) adalah:
• Memiliki jenis
pohon yang relatif sedikit.
• Memiliki akar
nafas (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang
pada bakau rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti
pensil pada pidada sonneratia spp. dan pada api-api avicennia spp.
• Memiliki biji
yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada rhizophora
yang lebih di kenal sebagai propagul.
• Memiliki banyak
lentisel pada bagian kulit pohon.
Faktor
Abiotik Perairan
Faktor
cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan akan mempengaruhi sifat-sifat
optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian
lagi akan dipantulkan ke luat dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman
lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan
yang paling kuat mengalami pembiasan yang menyebabkan kolam air yang jernih
akan terlihat biru dari permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah
menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik
ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi optis dalam air selain dipengaruhi
oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substra dan
benda lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang
terlarut dalam air. Vegetasi yang ada di
sepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke
dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk
mengabsorbsi cahaya matahari. Efek ini terutama akan terliha pada daera-daerah
hulu yang aliran airnya umumnya masih kecil dan sempit. Bagi organisma air, intensitas
cahaya matahari berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan
organisma tersebut dalam habitatnya ( Barus, 2004 ).
Perubahan
suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di suatu perairan.
Peningkatan suhu menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya O2,
CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Haslam, 1995 in Effendi, 2003). Peningkatan suhu juga
menyebabkan terjadinya peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba
(Effendi, 2003). Hindarko (2003) menyatakan bahwa kehidupan bakteri dalam air limbah
sangat tergantung pada suhu. Aktivitas
mikroorganisme umumnya berlangsung optimal pada kisaran suhu 15-35 0C. Aktivitas
biologis-fisiologis di dalam ekosistem air saugat dipengaruhi oleh suhu. Menurut hukum Van't
Hoffs, kenaikan temperatur sebesar 10 0C akan meningkatkan
laju metabolisme, menyebabkan
konsumsi oksigen meningkat, serta menyebabkan kelarutan oksigen dalam air
menjadi berkurang (Barus, 2002).
Kedalaman
perairan mempengaruhi jumlah dan jenis hewan makrobenthos. Kedalaman air juga
mempengaruhi kelimpahan dan distribusi hewan makrobenthos. Perairan dengan
kedalaman ai yang berbeda akan dihuni oleh makrobenthos yang berbeda pula dan
terjadi stratifikasi komunitas yang berbeda. Perairan yang lebih dalam mengakibatkan
makrobenthos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis yang lebih besar
(Reish, 1979). Kedalaman perairan juga
mempengaruhi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi kebutuhan
oksigen dan pertumbuhan organisme bentik (Sukarno, 1981).
Nilai
pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam satuan larutan didefinisikan
sebagai logaritma dari resiprokal aktivitas ion hidrogen dan secara matematis
dinyatakan sebagai pH=log 1/H+, dimana H+ adalah
banyaknya ion hidrogen dalm mol per liter larutan. Kemampuan air untuk mengikat
atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan menunjukan apakah larutan tersebut
bersifat asam atau basa (Barus, 2004). Bakteri pada umumnya tumbuh dengan baik
pada pH netral dan alkalis pH optimum untuk pertumbuhan bakteri berada pada
kisaran 6,5-7,5. Umumnya bakteri tahan terhadap perubahan kecil pH dalam
rentang 6-9 (Sidharta, 2000).
Atmosfer
bumi mengandung oksigen sekitar 210 ml/liter. Oksigen merupakan salah satu gas
yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami
bervariasi, tergantung pad suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan
atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil
tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Mills,
1996 in Effendi, 2003). Dissolved
Oxygen (DO) merupakan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air.
Kandungan oksigen terlarut sangat penting bagi biota perairan untuk
melangsungkan metabolisme tubuhnya. Selain itu oksigen terlarut juga diperlukan
untuk dekomposisi bahan organik. Jika
kandungan bahan organik tinggi,
maka oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk mendekomposisi bahan organik
tersebut juga tinggi (Sidharta, 2000).
Nitrogen
dan senyawanya tersebar secara luar dalam biosfer. Lapisan atmosfr bumi
mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung nitrogen. Pada
tumbuhan dan hewan, senyawa nitrogen ditemukan sebagi penyusun protein dan
klorofil (Effendi, 2003).
Rantai
Makanan
Ekosistem sungai
dapat merupakan sebuah bioma dari sebuah ekosistem daratan yang besar. Tidak
seperti danau yang relatif diam, air sungai mengalir, sehingga tidak mendukung
keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri. Namun demikian, terjadi pula
fotosintesa dari gangang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat
mendukung rantai makanan. Di
alam terjadi proses makan memakan. Tumbuhan hijau dimakan ulat. Ulat dimakan
burung prenjak dan burung prenjak dimakan ulat. Proses makan memakan disebut
rantai makanan, karena terdiri atas banyak rantai. Rantai makanan itu
bercabang-cabang merupakan jaring-jaring, sehingga disebut jaring-jaring
makanan. Materi mengalir dari mata rantai makanan yang satu ke mata rantai yang
lain. Apabila makhluk mati, tidak berarti aliran materi terhenti, melainkan
makhluk yang mati menjadi makanan makhluk lainnya (Jurnal
Pendidikan Penabur, 2002).
Rantai
makanan merupakan lintasan konsumsi makanan yang terdiri dari beberapa spesies
organisme. Bagian paling sederhana dari suatu rantai makanan berupa interaksi
dari suatu rantai makanan berupa interaksi antara spesies mangsa (prey) dengan pemangsa (predator) Model rantai makanan
dipengaruhi oleh banyak faktor mulai dari banyaknya spesies yang terlibat
maupun penentuan modelnya sehingga diperlukan asumsi-asumsi untuk membatasi
pemodelan tentang rantai makanan (Praktiko dan Sunarsih, 2010).
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari hasil
praktikum adalah sebagai berikut:
1. Faktor
abiotik yang diperoleh, yaitu: cahaya matahari, lumpur, tanah, air, suhu, dan
udara.
2. Faktor
biotik berupa pepohonan magrove nekton, benthos yang saling berinteraksi satu
dengan yang lain.
3. Rantai
makanan yang terjadi pada sungai di mulai dari serasah yang jatuh kedalam
perairan.
4. Kemudian
terdekompsisi dan dimakan oleh fitoplankton, fitoplankton dimakan zooplankton,
zooplankton dimakan ikan kecil, ikan kecil dimakan ikan sedang, ikan sedang di
makan oleh ikan besar. Ikan besar mati dan terdekomposisi oleh mikroorganisme
berupa bakteri.
5. Bakteri
menghasilkan zat-zat hara yang nantinya dilepas ke udara maupun tetap di air
hingga dimanfaatkan lagi oleh tumbuhan ataupun fitoplankton sebagai unsur
haranya.
Saran
Praktikum tentang “Pengamatan Faktor Biotik Dan
Abiotik Di Muara Sungai Sicanang Kecamatan Medan Marelan Kota Belawan Provinsi
Sumatera Utara”
diharapkan dapat terus di lanjutkan untuk mengetahui perkembangan lebih lanjut
bagaimana keadaan sungai yang akan mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar